Setelah memahami sifat Nafsiyah pada tulisan sebelumnya, saat ini mari bersama mengenal beberapa sifat Salbiyyah. Sifat salbiyah adalah sifat ketiadaan. Maksudnya, makna yang terdapat dari sifat tersebut adalah ketiadaan sifat yang tidak layak disematkan ke pada Allah Swt. Sifat-sifat tersebut terangkum dalam beberapa pembahasan akidah yaitu: Al Qidam, Al Baqa, Al Mukhalafah lil hawadist, Al Qiyam bin Nafsi dan Al Wahdaniyah. Akan tetapi pada catatan singkat ini penulis hanya akan membahas sifat pertama yaitu Qidam, yang dapat didefinisikan sebagai Ialah yang tiada bermula pada eksistensi-Nya.
Jelasnya, Allah Swt adalah Ia yang tidak ada mendahului wujudnya,dan mustahil atasnya didahului oleh sesuatu. Dalam pembahasan akidah, lawan istilah dari Qidam adalah Hudus. Hudus adalah sesuatu yang memiliki awal pada hakikatnya, dan diawali oleh dzat lainnya. Di antara ayat yang menyatakan sifat Qidam, QS Al Hadid, Ayat 3: هُوَ الْأَوَّلُ “Dialah Yang Pertama.” Dan di antara hadis Rasulullah Saw yang menunjukan sifat ini adalah Hadis Asmaul Husna yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang di antara nama-nama itu terdapat Al Qadim.
Selain itu Penafsir Al Quran, Imam Ibnu Katsir juga menuliskan riwayat doa dari Imam Muslim yang lafaznya terdapat kata-kata Huwal Awwal.
ورواه مسلم في صحيحه قال : كان أبو صالح يأمرنا إذا أراد أحدنا أن ينام : أن يضطجع على شقه الأيمن ، ثم يقول : اللهم رب السماوات ، ورب الأرض ، ورب العرش العظيم ، ربنا ورب كل شيء ، فالق الحب والنوى ، ومنزل التوراة ، والإنجيل ، والفرقان ، أعوذ بك من شر كل ذي شر أنت آخذ بناصيته ، اللهم أنت الأول فليس قبلك شيء ، وأنت الآخر فليس بعدك شيء ، وأنت الظاهر فليس فوقك شيء ، وأنت الباطن فليس دونك شيء ، اقض عنا الدين ، وأغننا من الفقر .
Imam Muslim meriwayatkan dalam sahihnya: Ia berkata, Abu Shalih memerintahkan kita apabila hendak tidur agar berpaling ke arah kanan, kemudia berkata: wahai Tuhan langit dan bumi, Tuhan Arsyi yang Agung, Tuhan kami dan tuhan segalanya, Ia yang menyemai biji-bijian, Yang menurunkan Taurat dan Injil dan Furqan (Al Quran), aku berlindung pada-Mu dari segala keburukan yang Engkau telah tetapkan, wahai Allah engkaulah yang Pertama dan tidak ada yang lain sebelum-Mu, dan engkau yang Terakhir dan tiada yang lain setelah-Mu, Engkau yang paling Nyata dan tiada seorang pun lebih nyata dari-Mu, dan Engkau lah yang mengetahui Batin, dan tidak ada yang menandingin-Mu, lunasilah lah hutang kami, dan cukupkan lah kami dari kefakiran.
Bagaimana memahami Dia yang tidak berawal?
Sebagaimana diketahui, lafaz Qidam atau Qadim berasal dari bahasa Arab. Dan sebagaimana yang dikutip oleh Dr Murad Abdullah Jinany dari perkataan Az Zabidi, lafazh Qidam secara sharih (nyata) tidak terdapat di dalam Al Quran, begitupun hadis sahih tidak ada yang secara eksplisit menyebutkan sifat Qidam, akan tetapi secara isyarat Al Quran telah menunjukan makna yang dimaksud dalam QS Al Waqi’ah ayat 60: وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ “dan kami tidak terdahului siapapun.”
Dan terkadang lafaz qidam sendiri digunakan pada sesuatu yang bersifat memiliki awal, dalam hal ini makhluk ciptaan Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS Yasin, ayat 39
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.” Dengan ini, para ulama menjelaskan makna qidam jika dinisbatkan ke pada makhluk maka yang dimaksud adalam qidam zamani, atau panjang waktu eksistensi dari sebuah makhluk. Sebagaimana di dalam tata bahasa Arab juga kerap ditutur, al bina qadim, yang berarti bangunan ini telah ada dalam waktu yang panjang. Dengan demikian pengertian ini jika disematkan pada Allah Swt maka dihukumi mustahil.
Para ulama juga menyusun bukti logis akan sifat qadim yang dimiliki Allah Swt dengan pola sebagai berikut: Allah Swt apabil dia tidak Qadim (tidak berawal), maka Dia Hadis (sesuatu yang berawal), karena wujud secara logika hanya terbagi menjadi dua rupa ini. Jika Allah Swt memiliki sesuatu yang mengawali maka yang mengawali itu juga pasti memiliki yang mengawali lainnya, hingga tiada akhir. Dan hal seperti ini menyalahi hukum logika. Dari itu nyatalah bahwa Allah Swt Qadim, Ia adalah yang mengawali segala sesuatu dan tiada sesuatu pun sebelumnya.
Baca juga: Bagaimana Menyikapi Fenomena Menyakiti Ulama di Masyarakat?
Demikian tadi adalah ulasan singkat tentang sifat Qidam yang dimiliki oleh Allah Swt. Buah dari pembahasan ini adalah kemantapan akidah atau keyakinan kita sebagai umat Islam. Bahwa hanya Dia lah yang mengawali segalanya dan hanya kepada-Nya lah semua akan kembali dan mempertanggungjawabkan amalan di dunia ini. Dengan ini juga, harapan sejatinya hanyalah mampu disematkan kepada Dia yang telah mengawali segalanya, karena segala perkara telah Dia gariskan.
Wallahua’lam bishowab,
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat