Dalam sejarah umat manusia, dunia ini tidak pernah benar-benar berada dalam kedamaian. Sebuah pertikaian antar satu dengan lainnya seperti sebuah ketetapan yang memang digariskan oleh Allah Swt. Dalam diskursus keislaman pertikaian mula-mula terjadi di antara dua anak Adam yang saling berseteru. Motifnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Al Quran adalah karena pengorbanan salah satunya tidak diterima oleh Allah Swt dan yang lainnya diterima. Kisah-kisah pertikaian lainnya terus dikenang sejarah. Begitupun halnya agama Islam, hadirnya agama ini di tengah masyarakat badui yang ketat dengan unsur budaya perang memaksanya untuk turut pula bersikap tentangnya, lantas apa motif perang dalam Islam?
Sebelum lebih jauh membahas tentang motif peperangan dalam Islam, hendaknya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa agama Islam selalu mengedepankan jalur tengah dan perdamaian dalam setiap perselisihan. Contohnya dalam perselisihan keluarga memaafkan adalah yang dianjurkan Q.S Albaqarah 237: wa an ta’fuu aqrabu littaqwa, “dan kamu memaafkan itu lebih dekat dengan ketakwaan.” Begitupun dalam masa peperangan, Allah Swt menjelaskan dalam An Nahl 126: wa lain Shobartum lahuwa kharirun lishobirin,“ dan apabila engkau bersabar sesungguhnya itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
Dengan ini jelas bahwa Islam pada dasarnya tidak menghendaki perselisihan, apalagi peperangan. Maka dakwaan dari kalangan luar Islam yang menyatakan bahwa Islam menyebar dengan peperangan amat lah tidak mendasar, baik dari ajaran-ajaran (Al Quran dan Sunnah) maupun dari pada Sirah dan apa yang dicontohkan oleh nabi Muhammad Saw dan para Sahabatnya. Akan tetapi bukankah kitab-kitab sejarah menjelaskan Rasulullah Saw dan para Sahabatnya dengan jelas memerangi orang-orang kafir Quraisy? Dan bukankah ekspansi Islam hingga daratan Syam, Mesir dan kawasan lainnya didapatkan dengan berperang?
Bagaimana motif perang dalam Islam?
Dalam buku Teori Perang dalam Islam karangan Muhammad Abu Zahrah, beliau berpendapat perang yang terjadi di masa nabi Muhammad Saw dan para Sahabat adalah murni untuk mempertahankan diri. Lebih dalam beliau menjelaskan, sejak awal agama Islam memang tidak menghendaki sebuah permusuhan, terlebih memaksa seseorang untuk masuk dalam agama Islam. Laa Ikraha fid Din. “Tidak ada pemaksaan dalam beragama.” Menurutnya, hal ini bisa dilihat dalam buku-buku sirah nabi dan juga sejarah para Khulafaurrasyidin.
Selanjutnya, peperangan terjadi hanya karena faktor serangan dari lawan yang memang hendak mencelakakan nabi, para Sahabat atau para pengikut yang baru saja memeluk agama Islam. Allah Swt berfirman dalam QS Al Baqarah 190:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah dalam jalan Allah Swt orang-orang yang telah memerangi kalian dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah Swt tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Dalam ayat ini Imam Ibn Katsir, menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa mereka yang diperangi adalah orang-orang yang memang telah memerangi dan memiliki kehendak untuk memerangi Islam dan kaum muslimin. Maka secara eksplisit ayat ini menjelaskan, siapapun dari warga sipil yang tidak turut andil dalam medan peperangan tidak boleh masuk dalam sasaran senjata. Allah Swt kembali menjelaskan dalam surat Al Mumtahanah ayat 8:
لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kepada orang-orang yang tidak memerangai agama kalian dan tidak mengusir akalian dari kediaman kalian untuk kalian perlakukan dengan baik. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
Secara umum, metode dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw adalah menyurati para pimpinan atau raja yang menjadi target dakwah, kemudian menjabarkan apa yang terkandung dalam ajaran-ajaran Islam. Akan tetapi balasan yang diharapkan kerap berlawanan dengan tujuan. Hal ini lah yang terjadi kepada Khosru (Kisraa) Persia, yang telah memiliki kehendak untuk membunuh nabi Muhammad Saw. Hal itu terjadi setelah utusan nabi Muhammad Saw tiba untuk menyampaikan surat dakwah untuknya dan pengikutnya di Syam.
Karena nabi telah mengetahui maksud dan tujuan tersebut, maka tidak ada pilihan selain dengan melakukan penyerangan terlebih dahulu. Allah Swt berfirman dalam QS Al Anfal ayat 39:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ انتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan perangilah mereka hingga tidak terjadi fitnah. Dan agama seluruhnya menjadi milik Allah dan apabila mereka berhenti, sesungguhnya Allah Swt Mahamelihat terhadap apa yang mereka lakukan.
Baca juga: Penanggalan Hijriah, Membawa Semangat Hijrah Menjadi Lebih Baik
Terkadang memang tidak tersedia pilihan lain selain menggunakan kekerasan dan perlawanan. Uraian singkat di atas menjelaskan bahwa agama Islam menempatkan sesuatu dengan proporsional yang pas. Apabila seruan diterima dan dijawab maka tidak ada alasan untuk memulai sebuah permusuhan. Namun, apabila kelembutan dijawab dengan kekasaran, maka agama ini lebih siap dengan segala ajarannya untuk berperang secara terhormat dan mulia.
Wallahua’lam bishowab
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat