Download aplikasi Takwa di Google Play Store

Melihat Koridor Hiburan dalam Islam

Melihat Koridor Hiburan dalam Islam

Islam sungguh memperhatikan naluri manusia yang membutuhkan selingan hiburan dalam menjalani aktivitasnya. Kehidupan yang dipenuhi pekerjaan yang berketerusan tanpa jeda juga secara ilmu kejiwaan dan kesehatan tidak baik. Dampaknya bahkan bisa dirasakan oleh orang di sekitarnya, istri, anak sehingga teman-teman. Untuk itu syariat memberikan sejumlah koridor hiburan dalam Islam agar manusia tidak berlebihan dan tetap dalam ketaatan.

Koridor perhatian syariat dalam ranah hiburan tidak diartikan sebagai pembatas atau pengatur. Pada dasarnya, Islam memang memberikan opsi jalan bagi umatnya dalam segala perkara, termasuk dalam hiburan. Hal ini demi agar umat muslim terhindar dari bentuk hiburan yang akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dan juga tetap terjaga dari apa yang diharamkan oleh Allah SWT.

Pengertian dan batasan hiburan dalam Islam

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baik (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”

Hiburan adalah salah satu hal bagian dari aktifitas di dunia, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Hiburan diperlukan oleh setiap manusia sebagai bentuk pengembalian kembali spirit kehidupan yang ditekan oleh banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Dalam KBBI hiburan diartikan sebagai aktivitas yang dapat menghibur hati.

Hiburan dalam konotasi di atas dibolehkan oleh Islam, dan melakukan aktivitas di luar ibadah tidak dianggap sebagai penyelewengan dari ajaran Islam. Rasulullah SAW mengistilahkannya dengan saa’atan saa’atan, yang artinya sesaat.. sesaat.. sesaat dalam ibadah, dan sesaat engkau mengurusi perkara dunia mu. Berikut haditsnya:

لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ، فَقالَ: كيفَ أَنْتَ؟ يا حَنْظَلَةُ قالَ: قُلتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ، قالَ: سُبْحَانَ اللهِ ما تَقُولُ؟ قالَ: قُلتُ: نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، يُذَكِّرُنَا بالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حتَّى كَأنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِن عِندِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، عَافَسْنَا الأزْوَاجَ وَالأوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، فَنَسِينَا كَثِيرًا، قالَ أَبُو بَكْرٍ: فَوَاللَّهِ إنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هذا، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ، حتَّى دَخَلْنَا علَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، قُلتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ، يا رَسُولَ اللهِ، فَقالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ وَما ذَاكَ؟ قُلتُ: يا رَسُولَ اللهِ، نَكُونُ عِنْدَكَ، تُذَكِّرُنَا بالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حتَّى كَأنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِن عِندِكَ، عَافَسْنَا الأزْوَاجَ وَالأوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، نَسِينَا كَثِيرًا فَقالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ إنْ لو تَدُومُونَ علَى ما تَكُونُونَ عِندِي، وفي الذِّكْرِ، لَصَافَحَتْكُمُ المَلَائِكَةُ علَى فُرُشِكُمْ وفي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

Install Takwa App

“Aku telah bertemu Abu Bakr, ia berkata ‘apa kabar wahai Hanzhalah?’ aku berkata. ‘Hanzhalah telah bermunafiq’ ia berkata, ‘Subhanallah, apa yang kau katakan?’ aku berkata,’kita saat bersama Rasululah SAW, ia mengingatkan kita tentang neraka dan surga, saat kita keluar dari majelis Rasulullah SAW, kita bersenda gurau dengan istri dan anak-anak, dan hal percuma lainnya, kita banyak lupa,’ Abu bakar berkata, ‘Demi Allah, kami juga merasakan hal yang sama, maka aku dan Abu Bakr pergi ke Rasulullah SAW dan menemuinya, aku berkata ‘Hanzhalah telah bermunafiq, wahai Rasulullah,’ Rasul berkata, ‘bagaimana itu?’ aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat kami bersama mu, kau mengingatkan tentang surga dan neraka, seakan kami melihatnya dengan mata kami, dan saat kami beranjak dari majelsimu, kami bersenda gurau dengan istri, anak dan hal percuma lainnya, Rasul SAW kemudian berkata, ‘Demi Dia yang jiwaku di gengaman-Nya, andaikan kalian selalu berada dalam keadaan seperti saat bersama ku dalam berdzikir, maka kalian akan menyalami malaikat di rumah dan di jalan kalian, akan tetapi wahai Hanzhalah, seaat.. seaat.. beliau mengulanginya tiga kali.” (HR Muslim, dari sahabat Hanzhalah bin Hudzaim Al Hanafi.

Dengan demikian Islam tidak menyalahkan perkara hiburan selama itu adalah aktivitas yang diperbolehkan oleh syariat dan tidak diharamkan. Pasalnya, banyak hal umat Islam yang melakukan hal yang diharamkan dalam melaksanakan hiburan dengan alasan menghilangkan penat. Tidak jarang mereka menenggak minuman keras, memakai narkoba, hingga seks bebas.

Baca juga Saad bin Abi Waqash Sang Panglima Qadisiyyah yang Ahli Memanah

Allah SWT telah memperingatkan agar setiap hiburan dalam Islam dan kenikmatan dunia tidak menjadikan tujuan hidup. Seperti petani yang terpana akan bagusnya tanaman-tanaman hijau yang ia tanam, namun dalam sekejap hancur, seperti itu lah gambaran kehidupan akhirat bagi mereka yang mengutamakan kehidupan dunia.

  اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS Al Hadid, 20)

Wallahua’lambishowab

_

 

Penulis:

Albi Tisnadi Ramadhan,

Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.

 

Editor:

Azman Hamdika Syafaat

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *