Islam dan wayang adalah dua mata koin sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Jauh sebelum membicarakan hukum penggunaannya, selayaknya sebagai muslim yang menghargai jasa para ulama hendaknya kita menghormati apa yang telah dilakukan oleh wali songo. Wali songo telah memilih wayang sebagai satu media dalam menyebarkan Islam.
Menyoal tentang media penyebaran Islam mungkin bisa menghabiskan berlembar-lembar tulisan. Pasalnya, hampir setiap tempat di mana Islam menyebar di dalamnya terdapat ciri khas tertentu yang terkadang cara konvensional seperti yang dilakukan oleh para khalifah bani Umayyah dan Bani Abbasiyah lakukan akan gagal.
Memang benar di kawasan bekas penjajahan Romawi Timur dan Persia Islam masuk dengan cara ekspansi budaya. Bukan hanya agama yang dibawa oleh pasukan Islam, bahasa, kultur hingga adat juga turut mewarnai tanah kekuasaan mereka. Akan tetapi di kawasan lain jauh dari tanah Arab budaya timur tengah tidak serta merta masuk dengan mudah.
Agama, kultur dan adat setempat telah mengakar. Kita dapat melihat karakteristik penyebaran Islam di Afrika selatan dan Asia. Mayoritas dari negara-negara yang dimasuki Islam tidak luntur bahasanya atau tergerus budayanya. Justru nilai-nilai Islam yang luhur pada akhirnya yang dapat menarik hati masyarakat di kawasan tersebut.
Islam dan Wayang serta sejarah Islam di Jawa
Baru-baru ini ada seorang ustadz yang mengklaim akan sulit untuk mengislamkan budaya, karena hanya akan berdampak pada terkotak-kotakannya Islam. Masing-masing penduduk akan memiliki “Islam”nya sendiri. Beliau menyatakan bahwa lebih baik kalau Islam yang menjadi budaya, dan hal ini tidak diinginkan oleh Allah SWT.
Dengan demikian menurutnya, Allah menginginkan Islam yang menjadi standarisasi budaya di mana ia berada. Pernyataan ini bukan hanya janggal namun pada kenyataannya menyelisihi fakta yang ada. Di dalam Al Quran Allah sendiri yang berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” QS Al Hujurat, 13
Allah SWT dengan kehendaknya telah menciptakan manusia dengan perbedaan yang begitu kompleks. Ada perbedaan kulit, ras, gender, budaya hingga adat. Dan ini merupakan sunnatullah yang perlu untuk dicari hikmahnya.
Islam tercatat masuk ke Indonesia di abad ke 11 M. Di masa itu telah berkuasa kerajaan-kerajaan yang beragama Hindu-Budha. Kedua agama itu telah meninggalkan begitu besar pengaruh pada kehidupan bermasyarakat, tidak hanya ajaran agama, gaya hidup, bahasa, hingga hiburan pun telah disusupi oleh ajaran agama tersebut.
Kemudian datanglah sekumpulan Ulama yang dikenal dengan Wali Songo. Mereka adalah sembilan ulama Islam yang bertugas menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Karena budaya Hindu telah mengakar pada masyarakat Jawa saat itu, lantas salah seorang dari mereka yaitu Sunan Kalijaga mencoba untuk melakukan akulturasi ajaran Islam dalam budaya yang telah ada.
Wayang adalah media yang dipilih oleh sang Sunan. Beliau menyisipkan ajaran dan norma-norma Islam dalam budaya wayang. Perlahan namun pasti, berkat usahanya dan wali yang alain Jawa telah berhasil diislamkan. Islam menjadi agama mayoritas di Jawa hingga saat ini. Sungguh kita tentu dapat berandai-andai jikalau para ulama tersebut melakukan metode dakwah yang lain apa yang akan terjadi pada manusia di tanah Jawa.
Kini wayang menjadi polemik karena dinilai ajarannya tidak sesuai dengan syariat Islam karena mengandung unsur syirik karena membawakan cerita dewa-dewa. Ada lagi pendapat bahwa wayang dianggap menyerupai makhluk hidup sehingga dilarang. Lantas para pelakon wayang dihimbau agar meninggalkan pekerjaannya.
Dilihat sekilas saja terlihat bahwa apa yang telah diutarakan oleh sang ustadz tidak relevan. Hukum yang diberikan terkesan terburu-buru dan mentah. Belum lagi jika dilihat dari metode yang digunakan oleh sang Ustadz dalam menyimpulkan keharaman. Klarifikasi yang dilakukan oleh sang Ustadz pun terkesan hanya ingin lari dari tanggung jawab.
Jika dilihat dari sudut pandang cerita, wayang versi wali songo telah dibumbui oleh norma-norma Islam. Nilai mulia telah dibalut dalam cerita yang menarik, dewa-dewa sudah tidak lagi superior seperti di masa Hindu. Sementara dari bentuk makhluk hidup, wayang sudah tidak lagi berbentuk makhluk hidup. Gambar yang disajikan wayang kulit hanyalah bayangan. Begitupun wayang golek di Jawa Barat, tidak benar-benar menyerupai makhluk hidup.
Baca juga: Balasan Akhirat Bagi Hakim yang Zalim
Maka dari sini perlu ada klasifikasi kisah wayang mana yang diharamkan. Atau wayang jenis apa yang diharamkan. Wayang kulit dari Jawa Timur kah? Atau wayang orang dari Jawa Tengah? Atau wayang golek dari Jawa Barat? Belum lagi jika melihat status wayang sebagai harta peninggalan budaya yang tercatat di Unesco, pengharaman tidak hanya berdampak pada umat Islam, namun pada negara Indonesia secara keseluruhan.
Wallahua’lam bishowab
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat