Download aplikasi Takwa di Google Play Store

Hari Gizi Nasional, Pentingnya Gizi dalam Pandangan Syariat

Hari Gizi Nasional, Pentingnya Gizi dalam Pandangan Syariat

Hari gizi nasional merupakan salah satu hari yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk mengingat pentingnya peranan gizi yang baik untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Sejarahnya, Menteri Indonesia saat itu, pada tahun 1950 DR J Leimana mengangkat Prof Poorwo Soedarmo, seorang guru besar bidang gizi dari Universitas Indonesia untuk mengepalai Lembaga Makanan Rakyat (LMR).

Lembaga ini dibentuk demi untuk memperbaiki kualitas gizi bangsa. Untuk itu Prof Poorwo mulai melakukan pengkaderan tenaga gizi dengan mendirikan sekolah juru penerang makanan pada tanggal 25 Januari 1951. Di kemudian hari, atau di pertengahan tahun 60 an, disepakati bersama untuk menentukan tanggal tersebut menjadi hari gizi nasional Indonesia.

Hari Gizi Nasional dari sudut pandang syariat

Sebuah pengkhususan hari demi untuk mengingatkan suatu perkara penting tentu tidak dilarang oleh syariat. Hal ini justru dihimbau oleh agama. 

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.”QS Adz Dzariyat, 55

Syariat Islam memberikan perhatian khusus untuk gizi. Mulai dari asupan makanan, jenis makanan, cara penyajian, hingga pelarangan sejumlah makanan. Hal sedetail ini tidak ada dalam ajaran agama lain, Budha misalnya, ajaran agama ini mengharamkan daging sama sekali, sehingga penganutnya hanya memakan tumbuhan. 

Atau agama Hindu yang melarang memakan sapi, dengan sebab pengkultusan hingga menempatkannya dalam derajat ketuhanan. Dalam Islam, pelarangan konsumsi suatu makanan didasari, pertama karena iman, yaitu perintah langsung dari Allah SWT, kemudian karena dampak membahayakan yang terkandung dalam makanan tersebut.

Install Takwa App

Secara umum Al Quran memberikan himbauan kepada umat manusia untuk memakan yang baik-baik, sebagaimana tercantum dalam, QS Al Maidah, 5: 

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ

“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian makanan-makanan yang baik.” Makanan-makanan yang baik ini lebih banyak yang tidak disebutkan oleh syariat dari pada yang disebutkan, ini mengisyaratkan bahwa manusia diberikan keleluasaan untuk memilih makanan-makanannya selama itu baik.

Setelah mengkategorikan makanan-makanan yang baik, kemudian syariat Islam juga menganjurkan beberapa makanan yang bermanfaat bagi umatnya. Beberapa disebutkan langsung oleh Al Quran seperti: daging-dagingan dan komoditasnya, madu, kurma, jahe dan susu. Berikut redaksinya dalam Al Quran.

وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ

“Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya, untuk kamu padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.”

 

يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ

“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia”

 

نُّسْقِيكُم مِّمَّا فِي بُطُونِهِ مِن بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِّلشَّارِبِينَ

“Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.”

Beberapa makanan tadi disebutkan langsung oleh Al Quran, dan masih banyak lagi makanan lain bergizi tinggi sesuai dengan penelitian yang ada seperti buah-buahan, kacang-kacangan serta umbi-umbian. Al Quran meski tidak menyebutkan langsung bukan berarti melarang, karena pada dasarnya makanan tadi diperbolehkan dalam syariat Islam.

Bahkan syariat Islam sampai mengatur perkara makanan hingga tata cara penyembelihan (jika itu hewan). Rasulullah SAW menghimbau umatnya agar baik dalam menyembelih, menajamkan pisau hingga melakukannya secara profesional sehingga tidak memberikan sakit berlebih pada hewan sembelihan.

Jika ada hewan-hewan itu hasil buruan, maka syariat Islam mengatur agar mendahulukan ucapan basmalah sebelum melepas anjing buruan, atau menembak senapan. Kemudian apabila anjing pemburu ternyata memakan buruan, maka umat muslim dilarang untuk memakannya. Karena anjing itu lebih berhak atas buruan, karena ia berburu dalam kondisi lapar.

Hingga apabila seorang muslim menemukan buruan oleh anjing kepemilikan lain, itupun dilarang untuk dimakan, hal itu demi untuk menjaga kebaikan hewan buruan. Kita tentu mengetahui kondisi kesehatan anjing buruan pribadi, dan belum tentu kita mengenal kondisi kesehatan anjing buruan orang lain, itu lah sebab pelarangannya. 

Terakhir, syariat Islam telah menjelaskan sebagian kecil hewan dan tumbuhan yang diharamkan, seperti darah, babi, anjing, hewan dilindungi dlsb. Pelarangan itu didasari berbagai hal di antaranya adalah pengaruh buruk bagi kesehatan. Sebagaimana telah jelas dalam berbagai penelitian bahwa hal-hal yang diharamkan oleh syariat berdampak buruk bagi kesehatan.

Ajaran-ajarannya yang komprehensif menjadikan syariat Islam juga menyentuh permasalahan gizi dari sisi umur. Makanan-makanan yang baik dipilih demi untuk kebaikan gizi di masa-masa tertentu. Bayi baru lahir dihimbau untuk diberikan ASI hingga mencapai umur 2 tahun. Sebagaimana diketahui ASI sangat lah bergizi, dan berpengaruh bagi imunitas dan tumbuh kembang anak kedepannya.

Baca juga: Keutamaan Puasa Syawal bagi Seorang Muslim

Kemudian jika sudah dewasa seorang muslim dihimbau untuk memakan makanan yang baik dan tidak berlebihan. Hal ini dilakukan demi keseimbangan tubuh, bahkan Islam mencibir orang-orang yang makan hingga kelebihan berat badan (obesitas). Rasulullah SAW bersabda, “tiada hal yang lebih buruk bagi seorang manusia isi lebih dari perutnya.”

 

Wallahua’lam bishowab

_

 

Penulis:

Albi Tisnadi Ramadhan,

Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.

 

Editor:

Azman Hamdika Syafaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *