Mempelajari ilmu agama tidak akan luput dari mempelajari ilmu fiqih. Fiqih adalah sebuah kata Bahasa Arab yaitu faquha yang artinya pemahaman yang dalam. Sementara secara istilah fiqih adalah, sebuah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang tersaring dari dalil-talinya yang detail.
Ilmu fiqih telah berkembang bersama zaman, di masa abad pertama keislaman fiqih masih dikenal tentang apa yang akan mendatangkan pahala dan dosa, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah. Akan tetapi para ulama kemudian hari lebih mengkhususkan ilmu fiqih pada masalah cabang-cabang agama Islam (furu’) atau tentang ibadah, interaksi (muamalat) dan hukum yurisprudensi (jinayat).
Fiqih adalah tiang beragama, Bagaimana memahaminya?
Agama jika diibaratkan seperti maka ilmu fiqih bagaikan tiang-tiang penyangga atap dan dinding. Ia akan merekatkan pondasi sekaligus menjadi dasar pertama dari atap dan beban bangunan secara keseluruhan. Ia begitu nampak di keseharian, dan perlu untuk terus dirawat dan diperbaiki secara berkala.
Bahan pembuat tiang-tiang ini perlu dipilih dari semen-semen terbaik dengan besi yang kuat sebagai penyangganya. Jika telah terbangun kuat, Anda masih perlu melapisinya kembali dengan campuran semen, pasir dan air. Baru setelah rapih dan halus anda Anda dapat menghiasinya dengan berbagai warna indah, atau lukisan-lukisan dari para pelukis terkenal.
Bahan-bahan pembuat tiang seperti semen, air, batu, dan pasir adalah Al Quran, Hadis dan dalil-dalil lainnya sesuai dengan sumber-sumber agama yang sah. Sementara hiasannya adalah amalan-amalan yang dilakukan oleh manusia sesuai dengan hukum-hukumnya, semakin banyak dan berkualitas amalan baik itu wajib ataupun sunnah, maka semakin indah pula pribadi seseorang di mata Allah SWT.
Secara epistemologi ilmu fiqih masuk dalam salah satu ranah ilmu syariat yang Allah SWT turunkan melalui kitab-Nya kepada nabi Muhammad SAW. Melalui Ilmu fiqih seorang muslim akan mendapatkan penjelasan tentang hukum-hukum sekaligus tata cara yang benar dalam beribadah.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At Taubah 122)
Ayat di atas mengisyaratkan menuntut ilmu agama secara mendalam, dalam hal ini ilmu fiqih adalah wajib kifayah, yang apabila sebagian orang dari suatu kaum melaksanakan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang mana seorang muslim perlu untuk mempelajarinya, yaitu perkara ibadah yang berkaitan langsung dengan seorang muslim.
Seorang muslim diwajibkan untuk melaksanakan 5 rukun Islam, syahadat, sholat, zakat, puasa, naik haji bila mampu, maka wajib bagi seorang muslim untuk mempelajari hukum, sekaligus tata cara yang disyariatkan oleh Islam. Hukum berubah menjadi wajib kifayah saat hukum masuk pada hal yang mendetail, misal tata cara melaksanakan pemandian jenazah, karena tidak seluruh umat muslim berkaitan dengan hal tersebut.
Jika ditarik lebih jauh lagi, kewajiban seorang muslim untuk menuntut ilmu khususnya ilmu fiqih ini masuk dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Said Al Khudry, “menuntut ilmu wajib bagi seluruh kaum muslim.” Seorang cendekiawan asal Mesir, DR Musthofa Mahmud mengatakan, “tidak lah engkau beragama kecuali dengan akal (ilmu), Allah tidak disembah dengan kebodohan.”
Baca juga: Iman dan Taqwa modal hidup untuk Pemuda Muslim
Ilmu fiqih adalah pintu untuk masuk pada diterimanya ibadah pada Allah SWT, maka dari itu bagi seorang muslim yang tidak memahami tentang suatu perkara agama wajib baginya untuk mempelajarinya. Seperti seorang yang akan berniaga, makak hendaknya ia wajib untuk mempelajari tentang tata cara jual beli yang disahkan oleh syariat islam. Begitu pun seluruh cabang keilmuan lainnya.
Wallahua’lam
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat