Download aplikasi Takwa di Google Play Store

Fatwa Darul Ifta Mesir tentang Vaksin Mengandung Babi

Fatwa Darul Ifta Mesir tentang Vaksin Mengandung Babi

Di masa pandemi seperti sekarang banyak pertanyaan tentang penggunaan obat-obatan serta peralatan medis lainnya dari sudut pandang Islam. Terakhir, pernah muncul desas-desus kabar penggunaan material hewan babi untuk produksi vaksin covid 19. Dari itu penulis ingin mengutip jawaban lembaga fatwa terkemuka dunia dari Mesir, Darul Ifta Mesir atas pertanyaan tentang vaksin mengandung babi.

Penulis akan menerjemahkan pertanyaan sekaligus jawaban dari fatwa yang dikeluarkan oleh Darul Ifta Mesir, bersumber dari buku kumpulan fatwa produksi Mesir berjudul, Al Fatawa Ath Thibbiyyah min Waaqi’i Fatawa Darul Ifta Al Mashriyyah, cetakan ke III, tahun 2021, hal 28.

Jawaban Darul Ifta Mesir terkait vaksin mengandung babi

Penggunaan Sel Babi Untuk Produksi Vaksin Guna Pengobatan Penyakit

Pertanyaan: Saya bekerja di perusahaan obat-obatan, dan kami akan membuat kontrak dengan sebuah teknologi baru untuk memproduksi vaksin tertentu guna pengobatan meningitis, yang dapat menyebabkan seseorang meninggal karenanya. Dan salah satu perusahaan telah memaparkan teknologi ini dengan menggunakan teknik genetik untuk membuat vaksin, yaitu dengan menggunakan sel-sel babi  yang telah dibuat DNA-nya di dalam sel tersebut. Kemudian kami mengeluarkan vaksin yang telah terproduksi di dalam sel dalam material protein kimiawi. Dan dari materi ini lah vaksinasi dilakukan.

Kami mananyakan  dengan hormat,  apakah fatwa penggunaan vaksin ini haram?

Jawaban: apabila perkaranya seperti yang telah dijelaskan di dalam pertanyaan tadi, yaitu dengan menggunakan sel babi yang dapat dibuat DNA setelahnya, kemudian dikeluarkan darinya vaksin yang dibuat dalam sel tersebut dalam bentuk materi protein kimiawi, yang kemudian vaksinasi dilakukan dengan materi tersebut. Maka telah terjadi di dalamnya Istihalah untuk materi babi, dan tidak tersisa fakta realita bentuk babi yang diharamkan, yang dihukumi sebagai najis.

Istihalah adalah salah satu cara penyucian yang diakui oleh fikih Islam, yang dengannya materi najis akan berubah menjadi materi lainnya yang tidak menjadi inti najis yang haram digunakan. Karena itu diperbolehkan produksi vaksin ini untuk penyakit dengan cara seperti yang dipertanyakan. Khususnya adalah tujauannya adalah untuk mencari jalan sembuh bagi penyakit yang mengancam nyawa.

Install Takwa App

Wallahu Subhanahu wa Ta’ala A’lam.

Penjelasan Istihalah

Istihalah adalah salah satu istilah dalam dunia fiqih islam. Secara bahasa Istihalah berarti perubahan sesuatu dari asal dan sifatnya. Sementara secara istilah keilmuan fiqih, sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Zuhaili, Istihalah adalah mengubah materi najis dengan atau tanpa perantara.

Mayoritas ulama telah menggunakan dan menyetujui bahwa najis dapat menjadi suci dengan cara istihalah. Di antara yang menyetujui adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan pendapat dari mazhab Hambali. Di antara landasan hukum istihalah adalah kiyas. Pada masa Rasulullah SAW pernah ada salah seorang sahabat yang bertanya tentang minuman keras yang dinetralkan (di-istihalah kan) dengan roti. Rasul menjawab “tidak”.

Lantas para ulama banyak berselisih faham tentang apabila minuman keras tadi dinetralkan dengan berbagai bahan lain, maka mayoritas pendapat ulama dari mazhab Abu Hanifah dan Malikiyyah membolehkannya. Dari itu, para ulama kontemporer mengkiyaskan perkara minuman keras tadi dengan penggunaan vaksin dari sel-sel babi. Maka demi kemaslahatan yang lebih besar dan bahaya yang akan diderita oleh masyarakat apabila tidak menggunakannya diperbolehkan lah penggunaan vaksin tersebut.

Akan tetapi tentu sebuah perkara yang pada asalnya haram tidak baik untuk berlebihan penggunaannya. Sebagaimana kaidah dalam fiqih Islam,  adh dhoruratu tuqaddaru biqadariha. Sesuatu yang dilarang dibatasi penggunaannya secukupnya. Maka, selama tidak ada obat atau vaksin yang berasal dari materi halal dan suci belum ditemukan seorang muslim dapat menggunakannya secukupnya.

Baca juga: Lingkungan Adalah Hal Paling Berharga, Maka Jagalah!

Dari sudut pandang lain, para ulama dan peneliti muslim tentu memiliki kewajiban yaitu pengembangan obat atau vaksin tertentu agar bisa terlepas dari penggunaan bahan yang dilarang agama. Hal yang sama berlaku juga bagi para pemangku kebijakan agar lebih mengutamakan bahan-bahan suci dan aman apabila tersedia untuk masyarakat muslim.

Wallahua’lam bishawab

_

 

Penulis:

Albi Tisnadi Ramadhan,

Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.

 

Editor:

Azman Hamdika Syafaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *