Peristiwa tahun baru Islam bagi menjadi sebuah peringatan tahunan yang telah mendarah daging bagi umat Islam. Bukan hanya di Indonesia, peristiwa ini juga diperingati banyak warga negara Islam di belahan dunia lainnya. Di antara banyak negara Arab, bisa dikatakan Mesir adalah negara yang memiliki cukup banyak keunikan dalam menyambut peristiwa tahun baru Islam setiap tahunnya.
Menurut rekam jejak sejarah, Mesir adalah negara yang telah merasakan berbagai kekuasaan kerajaan Islam mulai dari masa sahabat, dinasti Fathimiah, Mamalik, hingga masa kekuasaan Turki Usmani. Dari sini percampuran kebudayaan agama telah terjadi di benak masyarakat Mesir sehingga perayaan peristiwa tahun baru Islam di negara ini terbilang berbeda dari negara lainnya.
Beberapa corak peringatan peristiwa tahun baru Islam di Mesir
1. Kirab Tarekat Shufiyah
Mendekati bulan Muharram para pengikut tarekat sufiyah dari penjuru negara Mesir berdatangan ke kota Kairo, lebih tepatnya ke kawasan masjid Sayyidina Husein. Mereka berdatangan dengan membawa perlengkapan semacam bendera berwarna hijau bertuliskan nisbat Tarekat masing-masing. Mereka akan berdiam diri di sekitar masjid Sayyidina Husein dengan mendirikan tenda-tenda sementara.
Hingga jika tiba waktunya kirab, lelaki, wanita, tua muda hingga anak-anak akan turun ke jalanan untuk melaksanakan kirab di jalanan sepanjang kurang lebih 500 meter. Kirab akan dimulai dari Masjid Syeikh Sholeh Ja’fary hingga Mesjid Sayyidina Husein. Para wanita akan mengeluarkan suara khas wanita arab yang disebut taghridat. Yaitu suara yang menyerupai burung menandakan kebahagiaan.
2. Pembagian Manisan
Sudah menjadi adat dan budaya warga Mesir untuk menyambut hari-hari berbagahagia seperti Idul Adha, Idul Fitri dan Peristiwa Tahun Baru Islam mereka membeli sejumlah manisan untuk dibagi-bagikan. Para penjual manisan dadakan akan menggelar lapak di jalanan. Berbagai jenis manisan mulai dari yang termurah yaitu seharga 2 ponds (sekitar 2 ribu rupiah) hingga yang berharga puluhan ponds dijajakan.
Bukan hanya anak-anak warga Mesir saja yang menikmati hari tersebut, terkadang Mahasiswa Asing dari Universitas Al Azhar juga turut “kecipratan” mendapatkan manisan itu. Karena kebetulan kompleks pelajar asing dari Universitas Al Azhar berdekatan dengan lokasi perayaan pusat.
3. Pengajian Kitab dan Pembagian Sanad
Masjid Al Azhar yang merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di Mesir masih aktif melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan, termasuk mengadakan pengajian kitab-kitab tertentu. Meski penulis baru merasakannya beberapa tahun ini, tradisi pembacaan kitab-kitab klasik ini terus berjalan hingga tahun kemarin.
Kami mahasiswa Indonesia biasa menyebut acara ini dengan istilah Ijazahan, yaitu para masyayikh (alim ulama) akan duduk di satu bangku panjang di hadapan para mahasiswa di dekat mihrab masjid Al Azhar. Mereka hanya membacakan kitab-kitab tertentu beserta sanad periwayatannya. Di akhir pembacaan kitab, akan dibacakan seluruh rangkaian sanad para penulis kitab yang menyambung terus hingga para masyayikh yang duduk di hadapan para mahasiswa. Dan akan ada semacam serah-terima periwayatan antara pemilik sanad (masyayikh) dan para pendengar (mahasiswa), dari sini lah para mahasiswa mendapatkan otoritas untuk mengajarkan kembali kitab tersebut.
Baca juga: Penanggalan Hijriah, Membawa Semangat Hijrah Menjadi Lebih Baik
4. Bersedekah
Bersedekah adalah salah satu adat istiadat menarik untuk masyarakat Mesir di hari-hari ini. Sedekah ini dinamakan shadaqatul ‘asyr yaitu sedekah di 10 hari bulan Muharram. Besar sedekah di hari khusus ini tidak lah besar, hanya sekedar 5 ribu rupiah perharinya yang diberikan untuk fakir miskin atau anak-anak untuk disimpan atau dibelikan halawah (manisan). Sedekah ini terus berjalan selama sepuluh hari hingga puncak perayaan yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah.
5. Hiasan dinding dan lampu hias
Di bulan Muharram seantero Mesir, khususnya kota Kairo akan lebih berwarna. Para warga secara swadaya akan iuran -tidak terkecuali warga asing- akan membayarkan sejumlah uang untuk menghias jalanan dan dinding jalanan hingga gang kecil dengan berbagai kertas hias dan lelampuan. Kertas-kertas dan lelampuan itu akan meredup sendiri seiring dengan disudahinya perayaan.
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat