Download aplikasi Takwa di Google Play Store

Bashar, Dia Yang Memandang Segala

Bashar, Dia Yang Memandang Segala

Realitas keimanan tidak hanya dilihat dari sudut pandang manusia, akan tetapi  juga mempertimbangkan bahwa ada Dia yang memiliki sifat bashar, yaitu Maha Melihat segala sesuatu. Sifat bashar adalah satu di antara tujuh sifat ma’any, yaitu sifat yang ada bersama eksistensi wujud Allah Swt. ia merupakan kemampuan Allah Swt untuk melihat segala hal yang dapat terlihat, tanpa ada yang menutupi. Situasi redup bahkan gelas sekalipun yang dapat mengurangnya intensitas penglihatan manusia tidak berlaku dalam sifat Allah. Penglihatan Allah Swt tidak membutuhkan alat layaknya manusia yang membutuhkan telinga beserta perangkat tubuh lainnya.  

Para ulama sepakat bahwa Allah Swt tidak ada suatu pun luput dari penglihatannya. Konsensus itu lahir dari ayat-ayat sharih atau jelas dalam Al Quran yang menerangkannya. Di antaranya adalah Qs Thaha ayat 46:

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Dia berkata janganlah engkau berdua takut sesungguhnya aku bersama kalian aku mendengar dan melihat.” Ayat ini berkisah tentang kisah nabi Musa bersama saudara kandungnya nabi Harun yang sedang Allah uji untuk mendatangi Fir’aun. Allah Swt menenangkan mereka, dan menyatakan untuk tidak takut karena Dia selalu membersamai dan mendengar serta melihat mereka.

Dan Qs Asy Syura ayat 46:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tiada yang serupa dengan-Nya. Dan Dialah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” Ayat ini merupakan potongan dari keseluruhan ayat yang seluruhnya mengisahkan tentang sifat Allah Swt. Ayat ini juga menyatakan bahwa sifat-Nya tiadalah serupa dengan sifat makhluknya yang terbatas dan lemah. Sifat Allah Swt tiada sebanding dengan apapun, begitu pun ilmu dan kuasanya.

Install Takwa App

Pengaplikasian Bashar, Sifat Allah Swt Maha Melihat dalam kehidupan

Sebagai makhluk yang dianugerahi akal oleh Allah Swt selayaknya seorang muslim untuk menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Sifat-sifat kesempurnaan Allah Swt yang di antaranya adalah Dia yang Maha Melihat juga memberikan pelajaran kehidupan yang amat besar ke pada manusia, salah satunya buah tadabur dan tafakkur dari  sifat ini adalah adalah sifat malu yang ada pada manusia. Manusia memiliki sebuah insting dan sifat mendasar yaitu malu. Perasaan malu dari sisi moral dapat dipandang terpuji dan juga tercela.

Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw pernah bersabda “jika engkau tidak merasakan malu, maka berbuat lah sesuka mu.” Hadis ini memiliki konotasi pada perbuatan buruk, sehingga Rasulullah dengannya mencoba menyasar perasaan umat dengan mengatakan perbuatan tercela hanya akan menodai moralitas dan kehormatannya sebagai manusia yang pada akhirnya membuatnya malu. Di sini akidah atau keyakinan berperan, sifat malu itu hendaknya dilandasi pada keimanan bahwa Allah Swt melihat segala yang dia lakukan dari akhlak buruk, maksiat atau dosa.

Dengan selalu menyadari bahwa Allah Swt selalu melihat segala perbuatan hamba-Nya, seorang muslim seharusnya malu untuk berbuat dosa, dengan sendirinya maka syariat agama pasti akan tegak. Sebaliknya, hanya karena ingin dekat dan dilihat oleh-Nya seorang muslim akan berlomba untuk berbuat kebaikan, mendekatkan diri dengan ibadah sunnah dan menjauhi segala hal yang dilarang. Dengan begitu, kejahatan yang kerap dilakukan tanpa sepenglihatan manusia seperti korupsi, pencurian, atau maksiat lainnya tentu akan menurun intensitasnya.

Baca juga: Qidam, Ialah Yang Pertama dan Tiada Sesuatu Sebelum Dia

Rasulullah Saw bahkan menjadikan sifat yang selalu merasa bahwa Allah melihatnya amatlah agung, beliau Saw menamakannya maqam ihsan. Dalam hadis jibril, Rasulullah Saw ditanya oleh malaikat Jibril tentang Ihsan. Beliau Saw menjawab, “ihsan adalah engkau yang beribadah pada Allah seakan melihat Allah, dan apabila engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihat mu.” Hadis ini merupakan potongan hadis yang amat masyhur dan oleh para ulama dijadikan landasan dan pondasi keimanan seseorang, bahwa setelah menjadi muslim, seorang hamba harus naik tingkatan menjadi seorang mukmin, setelahnya ia harus menjadi seorang muhsi, yang selalu melihat Allah Swt dalam setiap amalannya.

Wallahua’lam bishowab

_

 

Penulis:

Albi Tisnadi Ramadhan,

Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.

 

Editor:

Azman Hamdika Syafaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *