Islam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan amanah dan menjadikannya sebagai pilar-pilar hidup bermasyarakat. Dari mulai level terendah seperti pemberian yang adil antara anak-anak oleh bapaknya hingga taraf pengadil sebuah perkara, yang kita sebut sebagai hakim. Hakim yang zalim dengan bentuk khianat pada profesi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari nilai tercela yang diharamkan oleh Islam.
Pepatah mengatakan semakin tinggi seorang memanjat pohon, maka semakin besar angin yang akan berhembus menguji ketahanan pohon. Begitupun dengan tanggung jawab, semakin besar cakupan amanah yang diemban maka akan semakin tinggi ujiannya. Seorang hakim, atau yang dalam istilah islam qaadhi adalah sebuah jabatan prestisius yang awalnya diemban langsung oleh para khalifah atau Wali (penguasa daerah).
Di masa awal khulafa-rasyidin yaitu sebelum dibentuknya dewan pengadilan, para khalifah langsung yang turun tangan mengadili perkara keumatan. Setelah wilayah Islam membesar, dan perkara semakin banyak dan pelik, mulai lah dipilih seorang Qaadhi untuk mengadili perkara umat. Mereka bertugas mewakili para khalifah untuk mengadili perkara umat baik dalam masalah agama ataupun hal lainnya.
Sebuah pengingat bagi para hakim yang zalim
Salah satu ukuran dan pertimbangan seorang muslim dalam berbuat adalah ganjaran perbuatannya di akhirat. Mereka yang tertaut hatinya dengan Allah SWT akan selalu memikirkan balasan segala perbuatannya di akhirat. Dari itu, terlebih seorang hakim memiliki konsekuensi berlebih, karena selain ia mewakili seorang pemimpin, ia juga mewakili Allah SWT dalam mengadili perkara umatnya di dunia.
Rambu-rambu Islam biasanya terdiri dari 3 fase, pertama himbauan, ke dua janji ganjaran kebaikan, dan terakhir ancaman bagi yang semena-mena dan melanggar. Dalam kasus perbuatan hakim yang zalim, Allah SWT memberikan himbauan untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, profesional dan tidak berat sebelah walaupun keadailan itu berkaitan dengan kerabat. Hal ini tercantum dengan jelas pada QS An Nisa,135:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَن تَعْدِلُوا ۚ وَإِن تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
Kemudian Allah SWT menjanjikan berbagai kebaikan yang akan diberikan bagi para pengadil yang melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Di antaranya adalah beberapa ujaran Rasulullah SAW berikut ini:
– لا حسَدَ إلَّا في اثنتَيْنِ : رجُلٍ آتاه اللهُ مالًا فسلَّطه على هلَكتِه في الحقِّ ورجُلٍ آتاه اللهُ حِكمةً فهو يقضي بها ويُعلِّمُها
“tiada iri kecuali dalam 2 perkara: seorang yang Allah limpahkan harga kemudian ia menggunakannya dalam kebenaran dan seorang yang diberikan kebijaksanaan kemudia ia menggunakannya untuk mengadili dan mengajarkannya.”HR Ibnu Hibban. Selain itu Rasul juga pernah berkata bahwa seoran hakim akan mendapat 2 pahala jika benar, dan 1 pahala jika salah.
Seiringan dengan ini para ulama juga menyanjung pekerjaan seorang hakim, di mana Al Khurasyi berkata, “pengadil merupakan di antara pekerjaan yang teragung karena dengannya dapat terurai perselisihan, hukuman dapat diterapkan, tertolongnya orang yang terzalimi dan terhentinya orang yang menzalimi.”
Akan tetapi andaikan seorang hakim berbuat zalim dengan menyengsarakan masyarakat dan memberikan bencana bagi umat Allah SWT juga telah menjanjikan sebuah kecelakaan bagi orang-orang yang berbuat zalim. Selain itu pengawasan Allah pada orang-orang zalim amat lah tegas, dan Allah hanya mengundur siksaan hingga hari pembalasan tiba:
وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.” QS Thaha, 111
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”
Abdullah bin Umar juga meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW, “ada 3 jenis hakim, 2 di neaka, dan seorang di surga. Seorang yang mengadili dengan hawa nafsunya di neraka, dan seorang yan mengadili tanpa ilmu ia di neraka, dan seorang yang mengadili dengan kebenaran maka ia di surga.” Dan masih banyak lagi ayat Al Quran dan Hadis yang memperingatkan agar para pengadil melakukan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya.
Sebuah perenungan
Dalam Islam keadilan tidak dapat ditawar dan menjadi sebuah standar mendasar. Ia tidak dapat dibeli kecuali dengan akhlak yang lebih tinggi derajatnya dari keadilan itu sendiri, yaitu ihsan. Perbuatan ihsan ini tercermin dalam keridoan untuk memaafkan bagi yang dirugikan. Allah berfirman dalam Al Baqarah 237:
وَأَن تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan andai engkau memaafkan itu lebih dekat pada ketakwaan, dan jangan lah kalian lupakan jasa-jasa di antara kalian, sesungguhnya Allah atas apa yang kalian lakukan Maha Melihat.”
Menurut laman Kompas dari tahun 2006-2019 saja sudah ada 25 Hakim terjerat hukum pidana korupsi dan suap. Ini menyiratkan beberapa hal, salah satunya adalah terciderainya integritas profesi hakim. Sementara dari sudut pandang nilai keislaman, konsep amanah dalam pekerjaan tidak dilaksanakan dengan baik sehingga menghasilkan hakim yang zalim yang berkhianat atas pekerjaannya.
Baca juga: Hukum Shalat Hajat dan Tata Cara Pelaksanaannya
Hal yang membuat miris adalah mayoritas para hakim itu beragama Islam. Seakan dibutakan oleh materi, para hakim yang zalim itu memanipulasi keadilan dan merugikan banyak pihak. Pandangan agama adalah salah satu opsi yang harus selalu ditanamkan oleh para pengadil, bisa saja mereka berbuat zalim di pengadilan dunia, namun di pengadilan akhirat tiada lagi kezaliman sebagaimana biasa mereka lakukan di dunia.
Wallahua’lam bishowab
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat