Bagi umat muslim bahasa Arab adalah bahasa yang spesial. Bagaimana tidak, bahasa ini adalah bahasa representasi ajaran langit (baca: Tuhan). Bahasa ini digunakan untuk menjadi perantara kalam Ilahi yaitu Al Quran, melalui lisan Rasulullalh Saw yang juga seorang dari bangsa Arab. Pada abad pertama hingga ke tiga hijriah atau sekitar abad ke 6-9 masehi seluruh bangsa berduyun-duyun mempalajari bahasa yang satu ini. Bahasa ini telah bermetamorfosa sebagai bahasa politik, budaya, dan keilmuan.
Jika melihat dari akarnya, bahasa Qur’an ini adalah cabang dari rumpun bahasa Semit, yaitu bahasa yang digunakan oleh Sam bin Nuh. penamaan Semit sendiri bukan lah diambil dari kabilah atau suku tertentu, Syauq Dhoif dalam kitabnya Tarikhul Adabil Arabi mengatakan, Semit adalah istilah yang digunakan untuk menandai kabilah-kabilah dari keturunan Sam yang menggunakan bahasa dengan dialek yang berdekatan. Begitulah, bahasa Arab adalah salah satu dari bahasa-bahasa Semit lainnya seperti: Suryani, Iklidi, Ibrani, Arami dll.
Bahasa Arab sendiri menurut para Ahli bahasa terbagi menjadi dua bagian, bahasa Utara dan selatan. Bahasa utara itu kini dikenal dengan bahasa Fusha dengan bahasa ini Al Quran diturunkan. Sementara bahasa lainnya yaitu bahasa selatan digunakan oleh penduduk dari bangsa Yaman. Dilihat dari letak geografisnya, bahasa fusha menempati tanah yang lebih gersang dan tandus, berbeda dengan tanah Selatan yang lebih subur dan kerap didatangi oleh bangsa lain guna berniaga.
Apa urgensi bahasa Arab dalam Islam?
Karena keterbatasan waktu dan ruang, untuk menjawab pertanyaan di atas penulis hanya akan mencukupkan pemahaman pada suatu ayat dalam Al Quran yaitu surat Yusuf ayat 2 dan beberapa pandangan ulama terhadapnya:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya telah kami turunkan Al Quran dengan bahasa Arab agar kalian berfikir.”
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsinya menyebutkan, “bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas dan luas. Ia paling mampu menampung makna yang terkandung dalam jiwa. Karena itu Al Quran diturunkan dalam bahasa yang paling mulia, kepada nabi yang paling mulia (Muhammad Saw), dengan perantara malaikat yang paling mulia (Jibril As), diturunkan pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), maka lengkap lah kemuliaan dari segala sisi.”
Di sini terlihat Imam Ibnu Katsir melihat bahasa Arab sebagai objek yang mulia dari sisi digunakannya ia sebagai bahasa Al Quran. Ia belum menjelaskan jauh partikel luar dari penggunaan bahasa itu sendiri. Ulama tafsir lainnya, Imam As Sa’di berpendapat: “Ia diiturunkan dalam bahasa Arab agar kalian memikirkan batasan-batasannya, perkara asasnya (tauhid), perkara cabangnya (fikih), perintah serta larangannya. Apabila kalian telah memikirkannya dengan yakin, dan hati kalian telah mengimaninya, maka ia akan berbuah pada badan dan prilaku.”
Kedua pendapat tadi seakan saling melengkapi bahwa ternayata diturunkannya Al Quran dengan bahasa Arab tidak lah hanya berbuah kemuliaan holistik semata, lebih jauh lagi ia juga berdampak pada aspek keilmuan tentang apa yang perlu diimani dan dikerjakan dari perintah dan dihindari dari larangan-larangannya. Dan buah dari itu semua adalah prilaku yang mulia. Selain itu interpretasi dari kedua ulama ini seakan mendorong umat muslim untuk turut mendalami bahasa tersebut.
Bahasa ini pula yang akan menjadi sebuah alasan kuat bagi bangsa Arab secara khusus dan umat Islam secara umum untuk mempelajarinya dan memahaminya. Dalam tafsir Ruhul Bayan, disebutkan diturunkannya Al Quran dalam bahasa Arab agar bangsa arab tidak memiliki alasan di hadapan Allah, sebagaimana disebutkan dalam Qs Fushilat ayat 44, yang artinya: “andai Al Quran diturunkan dalam bahasa ‘ajam (non arab) maka mereka akan mengatakan andaikan ayat-ayat ini didetailkan.” Maka dari itu Al Quran telah turun dengan bahasa mereka dengan amat detail dan mengandung makna yang dalam.
Terlebih lagi hanya dengan mengerti bahasa ini, umat muslim akan benar-benar memahami isi dan kandungan Al Quran yang mana adalah petunjuk utama kehidupan manusia. Selain itu hampir seluruh ibadah fardu yang dilimpahkan kepada setiap muslim sebagaian besar disyaratkan menggunakan bahasa ini, walaupun memang tidak disyaratkan sahnya ibadah pemahaman utuh dari bahasa tersebut. Benar saja apa yang pernah dikatakan oleh Sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab yang berkata, “pelajari lah bahasa Arab, karena ia merupakan sebagian dari agama kalian.”
baca juga: Umar Bin Khattab, Shahabat Lambang Keadilan Islam
Jika melihat fenomena keagaman akhir ini, amatlah banyak fitnah, bencana dan ujian yang menimpa kaum muslimin bersumber dari kesalahan memahami kandungan ajaran agama. Bagaimana tidak, Al Quran yang memiliki makna yang amat dalam hanya difahami dengan bermodalkan terjemahan yang dapat ditemukan dengan mudah di laman-laman website yang kurang dapat dipertanggung jawabkan kelianannya. Tidak sampai sana, terkadang sebagian kalangan malah saling mentahzir dan menyalahkan karena perbedaan pandangan.
Kembali merujuk ke perkataan Sayyidina Umar tadi, umat Islam nyatanya telah kehilangan “sebagian” dari agamanya, yaitu kehilangan pemahaman bahasa Arab. Maka tidak ada jalan lain bagi setiap muslim selain untuk kembali mencari “barang” hilang tersebut dengan cara mempelajarinya melalui ulama-ulama rabbani dan memahami agama ini tidak hanya sebatas ajaran konvensional namun perlu diagresifkan dengan rasionalitas dan keilmuan khususnya pemahaman bahasa Aravb (la’allakum ta’qilun).
Wallahua’lam bishowab
_
Penulis:
Albi Tisnadi Ramadhan,
Sedang menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab.
Editor:
Azman Hamdika Syafaat